Ditulis Oleh: Akbar Rizky Habib Mony (Mahasiswa FH Universitas Pattimura)
SUARANUNUSAKU.COM | Ambon, 25 September 2025 – Sejarah tidak lahir dari satu atau dua nama besar saja, melainkan dari ribuan tokoh yang memberi warna pada setiap bab perjuangan bangsa. Salah satunya adalah sosok Abdul Muthalib Sangadji, putra Maluku yang kiprahnya jarang disebut dalam buku pelajaran, tetapi memiliki peran penting dalam perjuangan nasional.
Abdul Muthalib Sangadji lahir pada 3 Juni 1889 di Desa Rohomoni, Pulau Haruku, Maluku Tengah. Ia berasal dari keluarga bangsawan; ayahnya seorang raja negeri, sementara ibunya berdarah ningrat Siri Sori Islam. Dengan latar belakang tersebut, Sangadji bisa saja hidup nyaman. Namun, ia memilih jalan penuh pengorbanan: meninggalkan kenyamanan demi mengabdikan tenaga dan pikirannya untuk bangsa.
Pilihan itu menunjukkan sikap teguh bahwa kepentingan bangsa lebih utama daripada kepentingan pribadi.
Tahun 1922, Sangadji aktif dalam Sarekat Islam (SI), organisasi politik terbesar awal abad ke-20 yang menjadi motor kesadaran kebangsaan. Ia dipercaya menduduki posisi strategis sebagai Presiden Lajnah Tanfidziah.
Di sana, ia berjuang bersama dua tokoh besar: HOS Tjokroaminoto dan H. Agus Salim. Ketiganya dikenal sebagai Trio Sarekat yang menjadi penggerak penting perlawanan terhadap kolonialisme. Posisi ini membuktikan bahwa Sangadji bukan sekadar tokoh lokal, melainkan bagian dari arus utama perjuangan Indonesia.
Selain berorganisasi, Sangadji dikenal sebagai orator yang piawai. Suaranya lantang, kata-katanya penuh semangat, dan pidatonya mampu membangkitkan kesadaran rakyat. Orasinya bukan sekadar kritik terhadap penjajah, tetapi juga penanaman keyakinan bahwa kemerdekaan adalah harga mati.
Dalam konteks pergerakan kala itu, pidato adalah senjata untuk menyatukan rakyat.
Nama Sangadji tercatat dalam sejarah besar Kongres Pemuda II tahun 1928. Kehadirannya menegaskan peran Maluku dalam kelahiran Sumpah Pemuda, ikrar persatuan bangsa. Ia bukan hanya peserta, melainkan bagian dari barisan pemuda yang menyatakan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia.
Dengan demikian, perjuangan Abdul Muthalib Sangadji terhubung langsung dengan fondasi persatuan nasional.
Integritasnya semakin terlihat ketika ia berulang kali menolak jabatan yang ditawarkan pemerintah Belanda. Meski posisi itu bisa memberinya kenyamanan, Sangadji menegaskan bahwa perjuangan tidak boleh dikompromikan dengan penjajah. Ia lebih memilih hidup sulit bersama rakyat daripada meninggalkan perjuangan.
Bagi generasi sekarang, terutama kaum milenial, teladan Sangadji tetap relevan:
Kini, namanya diabadikan dalam Universitas Islam Negeri (UIN) Abdul Muthalib Sangadji Ambon. Namun, penghargaan simbolis semacam itu belum cukup.
Sosok seperti Abdul Muthalib Sangadji seharusnya segera diakui sebagai Pahlawan Nasional. Alasannya jelas:
Abdul Muthalib Sangadji adalah bukti bahwa pahlawan tidak selalu lahir dari pusat kekuasaan, tetapi juga dari daerah-daerah yang kerap terlupakan. Ia bukan hanya layak dikenang, melainkan juga diakui secara resmi sebagai Pahlawan Nasional.
Sebab, bangsa yang besar bukanlah bangsa yang melupakan pahlawannya, melainkan bangsa yang terus menyalakan api semangat perjuangan untuk masa depan.
Sorry, we couldn't find any posts. Please try a different search.
SUARANUNUSAKU.COM | Ambon, 02 Oktober 2025 – Presiden Mahasiswa Universitas…
SUARANUNUSAKU.COM | Ambon, 02 Oktober 2025 – Publik Maluku kembali…
SUARANUNUSAKU.COM | Ambon, 02 Oktober 2025 – Komisi III DPRD…