SUARANUNUSAKU.COM | Ambon, 26 Agustus 2025 –Bupati Seram Bagian Timur (SBT) Fachri Husni Alkatiri mulai menjadi pusat perhatian politik di Maluku. Sosoknya dinilai punya visi besar dalam membangun daerah berbasis potensi lokal, khususnya melalui hilirisasi sagu, yang bukan hanya komoditas unggulan tetapi juga identitas budaya orang Maluku. Visi inilah yang membuat Hendrik Lewerissa, politisi senior Maluku, tertarik melirik Fachri sebagai salah satu kandidat kuat untuk berkoalisi.
Secara data, Indonesia memegang kendali hampir penuh atas ekosistem sagu dunia. Dari total sekitar 6,5 juta hektare hutan sagu global, Indonesia menguasai sekitar 5,5 juta hektare atau 84,6 persen. Namun dari angka raksasa itu, lahan yang benar-benar sudah termanfaatkan baru 212.468 hektare. Maluku sendiri memiliki 36.462 hektare lahan sagu dengan produksi 14 ribu ton per tahun, dan di dalamnya Seram Bagian Timur menguasai hampir seluruhnya, yakni 35.421 hektare atau sekitar 97,1 persen dari total Maluku. Jika diproyeksikan lebih luas, maka potensi SBT setara dengan 0,64 persen dari potensi Indonesia dan 0,55 persen dari potensi dunia. Angka ini menempatkan SBT sebagai daerah dengan posisi tawar strategis, bukan hanya di Maluku tetapi juga dalam skala nasional dan global.
Fachri membaca peluang tersebut secara visioner. Ia menawarkan konsep hilirisasi yang terukur: mulai dari hulu dengan pemetaan kebun sagu rakyat, penguatan benih unggul, hingga teknik panen ramah lingkungan untuk meningkatkan rendemen pati menjadi 150–250 kilogram per batang. Di tahap proses, ia mendorong pendirian unit pengolahan di tingkat kecamatan dengan standar mutu industri agar tepung sagu layak masuk pasar nasional bahkan ekspor. Sedangkan di hilir, Fachri menekankan diversifikasi produk, tepung standar, gula cair, mie sagu, hingga modified starch, yang dipasarkan dengan merek “Sagu SBT”. Dari sisi target, dalam tiga tahun ke depan Fachri menargetkan pemanfaatan lahan produktif meningkat hingga 15 persen dari total potensi SBT atau sekitar 5.300 hektare, dengan porsi lebih dari 60 persen produk sudah berbentuk olahan.
Namun, hilirisasi sagu bukan semata soal ekonomi, melainkan juga strategi politik. Bagi masyarakat Maluku, sagu adalah simbol budaya. Dengan menjadikan sagu bernilai ekonomi tinggi, masyarakat terdorong menjaga hutan sagu mereka. Di sisi lain, narasi ini sekaligus menjadi modal politik yang kuat, kampanye hilirisasi sagu mudah diterima rakyat karena berbicara tentang pangan sehari-hari, budaya, dan kebanggaan daerah.
Inilah yang membuat Hendrik Lewerissa melihat peluang besar. Dengan jejaring politik yang kuat di tingkat nasional, Hendrik membutuhkan figur daerah yang punya basis massa dan program konkret. Fachri, dengan visi hilirisasi sagunya, menjawab kebutuhan itu. Kombinasi keduanya bisa menghadirkan kolaborasi tajam, Hendrik membawa akses kekuasaan dan kebijakan, sementara Fachri menghadirkan gagasan pembangunan berbasis data, komoditas nyata, dan basis dukungan rakyat di SBT.
Secara elektoral, posisi SBT yang menguasai 97 persen potensi sagu Maluku bisa menjadi mesin suara yang signifikan. Narasi hilirisasi sagu yang diproyeksikan sebagai “kebangkitan ekonomi rakyat” berpotensi memperluas pengaruh hingga ke wilayah-wilayah tetangga di Seram maupun Pulau Ambon. Dengan angka dan strategi ini, Fachri tidak hanya tampil sebagai kepala daerah visioner, tetapi juga sebagai figur politik masa depan Maluku.
Jika duet Hendrik–Fachri benar-benar terwujud, maka koalisi ini bukan hanya sebatas strategi merebut kursi politik, melainkan juga lahirnya peta jalan pembangunan baru yang mengawinkan politik identitas dengan ekonomi berbasis komoditas lokal. Hilirisasi sagu menjadi jantung narasi, sebuah “kartu as” yang mampu mengubah lanskap politik sekaligus ekonomi Maluku. (SN-026)
Sorry, we couldn't find any posts. Please try a different search.
SUARANUNUSAKU.COM | Ambon, 02 Oktober 2025 – Presiden Mahasiswa Universitas…
SUARANUNUSAKU.COM | Ambon, 02 Oktober 2025 – Publik Maluku kembali…
SUARANUNUSAKU.COM | Ambon, 02 Oktober 2025 – Komisi III DPRD…