Ditulis Oleh: Redaksi
SUARANUNUSAKU.COM | Ambon, 03 Oktober 2025 – Apa yang terjadi di arena Muktamar X PPP menjadi tontonan paling memalukan dalam sejarah partai itu, dan sayangnya salah satu aktornya adalah politisi Maluku sendiri, Rovik Akbar Afifudin.
Alih alih tampil sebagai kader muda yang menunjukkan kualitas kepemimpinan, Rovik justru mempertontonkan sikap gaduh, emosional, dan miskin etika. Dalam sejumlah video yang tersebar di media sosial, publik menyaksikan keributan yang melibatkan dirinya, bahkan terdengar jelas teriakan peserta lain yang menyebutnya “kampungan”. Teriakan itu mungkin spontan, tetapi sarat makna. Ia adalah vonis moral yang menandai kegagalan seorang legislator menjaga wibawa dirinya dan lembaga yang diwakilinya.
Yang lebih parah, kericuhan itu menyeret nama Maluku ke dalam citra buruk. Rovik datang ke muktamar membawa identitas sebagai politisi daerah, tetapi yang ia pulangkan justru rasa malu. Maluku yang selama ini dikenal dengan budaya pela gandong dan solidaritas, kini dipertontonkan dengan wajah kasar dan kampungan oleh wakilnya sendiri di hadapan publik nasional.
Pertanyaannya sederhana. Jika di forum internal partai Rovik tidak mampu menjaga diri dari tindakan memalukan, bagaimana mungkin ia diharapkan memperjuangkan aspirasi rakyat di forum legislatif yang jauh lebih kompleks dan terbuka.
PPP harus membaca peristiwa ini sebagai alarm keras. Tidak cukup lagi dengan teguran atau sanksi ringan. Satu satunya jalan untuk memulihkan marwah partai adalah menempuh mekanisme Pergantian Antar Waktu atau PAW. Dengan itu, publik akan melihat bahwa PPP masih punya nyali menjaga etika dan kedisiplinan politik.
Masyarakat Maluku tidak butuh politisi dengan mental kampungan. Maluku butuh pemimpin yang bisa menyalurkan aspirasi dengan nalar, dengan akhlak, dan dengan gagasan. Selama kursi DPRD masih ditempati mereka yang menjual amarah ketimbang logika, maka yang lahir bukanlah kebijakan untuk rakyat, melainkan drama murahan untuk ditertawakan.
Insiden ini akan terus melekat. Karena setiap rekaman, setiap teriakan “kampungan” di arena muktamar itu, sesungguhnya adalah suara rakyat yang muak dan ingin segera menutup lembaran buruk.
Politik adalah seni mengelola gagasan. Jika Rovik Cs masih memilih jalan adu otot, maka tempatnya bukan di kursi dewan. Tempatnya adalah di pinggir jalan, bersama mereka yang hanya tahu berkelahi tanpa pernah belajar memimpin.
(SN-GF/016)
Sorry, we couldn't find any posts. Please try a different search.
SUARANUNUSAKU.COM | Ambon, 02 Oktober 2025 – Presiden Mahasiswa Universitas…
SUARANUNUSAKU.COM | Ambon, 02 Oktober 2025 – Publik Maluku kembali…
SUARANUNUSAKU.COM | Ambon, 02 Oktober 2025 – Komisi III DPRD…